Rabu, 02 Januari 2008

Si Jantan Yang Menguntungkan

Masalah umum yang dihadapi dalam budidaya ikan nila adalah kemampuan reproduksinya yang luar biasa, sehingga sukar dikontrol dan sering terjadinya inbreeding. Akibatnya tingkat pertumbuhan menjadi lambat sehingga diperlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran konsumsi bahkan sering pertumbuhannya terhenti (stagnasi). Berdasarkan pengalaman di lapangan, jika ikan nila dipelihara secara campur kelamin (polysex culture) pada ukuran 50 gr/ekor sudah mulai memijah, sehingga pertumbuhan menjadi lambat bahkan terjadi stagnasi pertumbuhan karena energinya terkuras pada saat memijah dan mengerami telur, padahal ukuran konsumsi awal yang siap jual adalah > 100 gr/ekor.
Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan budidaya ikan nila secara tunggal kelamin (monosex culture) dalam hal ini hanya ikan jantan saja yang dipelihara sampai mencapai ukuran konsumsi. Mengapa ikan jantan ?, sebab ikan jantan memiliki tingkat pertumbuhan dua kali lebih cepat dari ikan betina. Untuk melaksanakan budidaya tunggal kelamin perlu diketahui cara memproduksi benih ikan nila jantan (maskulinisasi). Terdapat 4 cara memproduksi benih ikan nila jantan, yaitu:


1. Secara Manual (Sortasi/seleksi)
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana, dimana hanya menuntut ketrampilan dan pengetahuan petani membedakan jenis kelamin ikan nila. Ketika ikan nila telah mencapai ukuran panjang 10 cm (± 20 gr/ekor) organ sex sudah dapat dikenali secara jelas dengan cara memeriksa sexual papilla yang berada pada sisi ventral tubuh ikan nila.


Alat kelamin ikan nila jantan berupa satu lubang di papilla yang berfungsi sebagai muara urine dan sperma (urogenital pore) yang terletak setelah lubang anus. Sedangkan alat kelamin betina terdiri dari 2 lubang di papilla. Lubang yang satu untuk muara urine (ureter) dan yang lain untuk pengeluaran telur (oviduct), terletak setelah anus. Jadi pada ikan nila jantan terdapat dua lubang yaitu anus dan urogenital sedangkan betina terdapat 3 lubang yaitu anus, oviduct dan ureter.


1. (Kawin Silang antar Spesies)
Berdasarkan penelitian dari Puslitbangkan (1991) hibridisasi antar spesies dalam genus Oreochromis dapat menghasilkan keturunan pertama (F1) yang hampir 100% jantan (Suyanto, 1994). Namun hibridisasi dapat menghasilkan keturunan yang sifat-sifatnya kurang baik dan sangat bervariasi. Sisi negatif muncul bila terjadi kawin antar individu hibrida (F1) (inbreeding). Bahkan bila kawin liar berlanjut dapat mengakibatkan langkanya ikan galur murni dan menghasilkan benih kerdil. Kendala lainnya adalah sukar diperolehnya induk-induk galur murni dari spesies-spesies yang akan dikawin silangkan.


2. Menjantankan (Maskulinisasi) dengan rangsangan hormon

Maskulinisasi ikan nila adalah suatu proses pembentukan jenis kelamin jantan dimana larva-larva ikan nila baru berumur 7-19 hari dirangsang dengan hormon Metil Testosterone (MT) untuk membentuk jenis kelamin jantan.
Hormon yang biasa digunakan untuk maskulinisasi ikan nila adalah Metil Testosterone. Ada 2 cara maskulinisasi dengan rangsangan hormon yaitu: a) Melalui perendaman. Hormon dilarutkan dalam air dengan dosis 5 – 10 mg/l air + 2,5 ppt dimetilsulphoxide. Selanjutnya larva ikan nila berumur 7 hari (burayak) direndam dalam larutan tersebut;
b). Perlakuan Pakan Berhormon. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
· Pemilihan induk jantan dan betina ikan nila. Induk jantan yang digunakan berukuran ± 200 gr/ekor (± umur 4 bulan) sebanyak 6 ekor. Sedangkan induk betina berukuran ± 150 gr/ekor (± umur 4 bulan) sebanyak 18 ekor.
· Persiapan kolam induk/kolam pemijahan yang dilengkapi dengan pen/pagar untuk tempat pemijahan. Induk ditebar di dalam pen tersebut dengan perbandingan 1:3 (1 ekor jantan dan 3 ekor betina). Untuk kolam pemijahan dibutuhkan ± 3 petakan kolam dimana pada tiap petakan diletakkan 2 – 3 buah pen/pagar/kalasey untuk pemijahan induk.
Persiapan pakan berhormon
· Sebelum hormon ditambahkan ke dalam pakan terlebih dahulu dilarutkan dalam alkohol, volume alkohol disesuaikan dengan dosis hormon. Hormon metil testosterone ditakar sebanyak 15 mg (± 1/8 bagian sendok teh. Untuk volume alkohol sebagai berikut: alkohol 95%: 15 mg hormon MT: 7.5 ml alkohol. Untuk alkohol 70%: 15 mg MT: 9 ml alkohol (± 1/2 strip batang korek api). Alkohol diukur dalam gelas minum biasa.
· Larutan hormon-alkohol tersebut dituangkan dalam pakan/pellet yang sudah dihaluskan terlebih dahulu sedikit demi sedikit, dimana sebagai patokan dasar pellet yang dibutuhkan sebanyak 1 kg/dosis hormon. Sehingga dosis hormon MT dalam pakan menjadi 15 mg hormon MT dalam 1 kg pellet halus. Adonan tersebut diangin-anginkan sampai betul-betul kering dan bau alkohol hilang, kemudian adonan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik tertutup dan dapat disimpan selama 2 bulan.
· Persiapan kolam pendederan dan Pemeliharaan larva. Setelah induk nila betina mulai melepaskan larva keluar dari mulut (mulai 7 hari) maka larva-larva tersebut segera ditangkap dan dipelihara dalam kolam pendederan. Selanjutnya Pakan berhormon diberikan selama ± 1 bulan pemeliharaan larva sebanyak 10% dari berat total larva/happa. Sebab setelah waktu tersebut larva/benih telah terbentuk jenis kelaminnya, sehingga penggunaan yang terlalu lama tidak mempengaruhi pembentukan jenis kelamin, malahan dapat membahayakan jika digunakan terus untuk pembesaran ikan (ikan konsumsi).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan IPPTP Kalasey diperoleh persentase benih jantan yang terbentuk mencapai 93 %, dengan tingkat kematian benih rata-rata 10%. Dari usaha ini keuntungan bersih pertahun Rp 19.971.500 dan modal kembali setelah 13 ekor induk betina memijah.


4. Manipulasi Kromosom
Melakukan manipulasi kromosom harus didasari pada ilmu genetika yang mendalam. Hal ini baru dapat dilakukan oleh para ahli genetika dengan memakan waktu yang lama, tingkat ketelitian yang tinggi dan biaya yang besar. Untuk tingkat petani cara ini belum dapat diterapkan, kecuali dengan kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian yang sudah melakukan hal tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari keempat cara untuk memproduksi benih ikan nila jantan tersebut yang paling efektif, efisien, mudah diterapkan dan relatif murah biayanya di tingkat petani adalah secara manual (sortasi/seleksi) dan maskulinisasi dengan pakan berhormon. Sebagai saran untuk para petani bahwa Ikan nila jantan dianjurkan untuk dibesarkan menjadi ikan konsumsi sebab ikan nila jantan memiliki tingkat pertumbuhan lebih cepat dibanding betina. Karena ikan nila betina jika telah selesai memijah pertumbuhannya akan tetap dan cenderung menurun sebab energi terkuras pada saat pemijahan. Disamping itu ikan nila jantan ukuran tubuhnya relatif lebih besar dibanding betina dan dagingnya pun lebih tebal.

Tidak ada komentar: