Sabtu, 05 Januari 2008

MINAHASA UTARA – MANA GAUNGMU?

Kabupaten itu terbilang masih “balita”. Baru 3 tahun, sejak memisahkan diri dari Kabupaten Minahasa Induk pada tahun 2004. Tepatnya tanggal 7 Januari 2004 berdasarkan UU No 33 Tahun 2003 Kabupaten Minahasa Utara diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI. Dan pada tanggal 12 Januari 2004 dilakukan pelantikan Penjabat Bupati Minahasa Utara yaitu Drs. Paul Tirayoh, MBA. Banyak harapan digantungkan pada saat itu, percepatan pembangunan, pemerataan hasil-hasil pembangunan semakin cepat dirasakan sampai ke pelosok. Dalam kurun waktu baru 3 tahun tersebut belum banyak yang bisa diharapkan dari kabupaten baru ini. Akhir tahun 2006 saya melakukan pengambilan data penelitian di berbagai kecamatan dan desa di Kab. Minut. Lokasi yang pertama saya kunjungi adalah kecamatan Talawaan. Betapa takjub dan terperangahnya saya ketika melewati jalan-jalan dari Desa Wusa sampai Warisa. Bukan karena bagus atau mulusnya namun karena “kehancuran” totalnya. Sampai-sampai motor yang kutunggangi hampir gagal melewati jalan yang lebih cocok dianalogkan dengan “gelombang lautan darat”. Penuh bebatuan yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua. Sungguh tragis dan dilematis sebab kedua desa tersebut cukup berdekatan dengan Bandara Internasional Sam Ratulangi yang landasannya mulus bak sutra.

Hal tersebut hanya secuil dari ketertinggalan Minut dari wilayah Sulut lainnya. Padahal kabupaten ini menyimpan selaksa kekayaan alam yang jika dieksploitasi dengan bertanggung jawab pasti akan membawa kesejahteraan pada seluruh rakyat Minahasa Utara. Mulai dari pertambangan, perikanan dan kelautan, pertanian, perkebunan, industri berskala kecil sampai besar, semua ada di Minut. Semua kekayaan sumberdaya alam tersebut telah pula disokong oleh kekayaan sumberdaya manusia yang dimiliki Minut. Dari segi penciptaan human capital di Kab. Minut sangat tidak kalah bahkan mungkin lebih baik dari Kabupaten/ Kota yang ada di Sulut. Hal ini disebabkan karena terdapatnya Universitas berskala internasional di daerah tersebut, yaitu Universitas Klabat, yang kualitas lulusannya setara dengan kualitas lulusan perguruan-perguruan tinggi terkemuka di negeri ini, seperti ITB, IPB, UI dan UGM.

Sehingga, kalau dipikir-pikir, apa yang kurang di Minut. Semua tersedia. Namun mengapa sepertinya pembangunan di sana, jalan ditempat? Contoh pembangunan infrastruktur tadi yang sangat tersendat. Dan ternyata luasan infrastruktur yang tak memadai juga di alami di wilayah Likupang. Masih banyak desa-desa di wilayah Likupang, baik di wilayah Barat maupun Timur yang kondisi jalannya masih sangat memprihatinkan. Walaupun, harus diakui pula dengan adanya pembangunan jalan lingkar (untuk jalur peti kemas dari Bitung) agak sedikit membantu mobilitas masyarakat yang dilalui proyek jalan tersebut.

Kabupaten Minahasa Utara dengan luas 932,20 km2 memiliki potensi pertanian umum yang cukup besar karena merupakan salah satu daerah sentra produksi kelapa, pala, cengkeh, rumput laut dan perikanan darat di Sulawesi Utara. Letaknya yang sangat strategis karena berdekatan dengan pelabuhan laut Bitung dan lapangan udara Samratulangi, sebenarnya membuat peluang mobilitas ekspor komoditas unggulan pertanian di daerah tersebut menjadi lebih mudah. Lahan di kabupaten ini mencakup iklim, tanah, terrain dan hidrologi cukup beragam yang berpengaruh terhadap kesesuaian lahan dan potensinya untuk pengembangan jenis komoditi pertanian. Daerah ini memiliki lahan potensial untuk usaha perikanan darat dan payau yang perlu lebih dikembangkan, oleh karena itu informasi penting dari peta Agro Ekosistem Zone (AEZ) menjadi sangat penting untuk menunjang pengembangan usaha perikanan darat maupun dalam menentukan teknologi pengelolaan lahan untuk mengembangkan komoditi perikanan darat dan payau khususnya dan pertanian umum pada umumnya. Tetapi dipihak lain daerah ini memiliki potensi pengembangan baik penangkapan maupun budidaya laut, sehingga terdapat pelabuhan perikanan di sebelah timur kabupaten ini. Untuk menentukan dan memilih jenis komoditas yang potensial dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan spesifik lokasi diperlukan tersedianya data sumberdaya lahan yang rinci dan akurat. Peta AEZ propinsi Sulawesi Utara yang telah dihasilkan oleh BPTP Sulut pada skala 1:250.000 dapat digunakan untuk arahan dan seleksi areal, sedangkan untuk skala operasional perlu dirinci ke skala yang lebih detil (skala 1:50.000) yang juga telah dihasilkan lembaga penelitian ini pada tahun 2006 khusus untuk Kabupaten Minahasa Utara. Sehingga sebenarnya jika kebiajakan pertanian yang diambil oleh pihak pengambil kebijakan di Kabupaten MINUT mengacu pada peta AEZ ini, maka pengembangan wilayah akan mencapai hasil yang lebih optimal dan dapat berkelanjutan.

Tidak ada komentar: