Selasa, 15 Januari 2008

PENYAKIT DAN PENGENDALIANNYA PADA IKAN MAS DAN IKAN NILA




Abstrak
Ikan mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan 2 jenis ikan air tawar yang menjadi primadona kegiatan budidaya ikan air tawar di Sulawesi Utara. Teknik pembudidayaannya relatif mudah, tapi sering para petani ikan diperhadapkan pada masalah kematian ikan yang disebabkan oleh penyakit. Sementara pengetahuan mereka dalam hal diagnosa (pengenalan), penanggulangan/pengendalian penyakit tersebut masih sangat terbatas. Menurut definisinya penyakit diartikan sebagai suatu proses atau kondisi yang abnormal dari tubuh atau bagian-bagian tubuh ikan yang mempunyai suatu karakteristik yang membedakannya dengan keadaan normal (Manoppo, 1995). Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan ini dapat disebabkan oleh organisme lain (pengganggu), pakan maupun kondisi lingkungan yang kurang mendukung kehidupan ikan. Terdapat banyak faktor yang menentukan seekor ikan menjadi sakit. Faktor utamanya adalah Host (organisme peliharaan/inang), Pathogen (microba, parasit) dan Environment (lingkungan menyangkut fisik, kimia atau tingkah laku seperti stress). Penyakit non parasiter yaitu penyakit yang disebabkan bukan oleh hama maupun organisme parasit. Penyakit ini dapat dikelompokkan berdasarkan faktor penyebabnya yaitu lingkungan (dalam hal ini air sebagai media hidup, parameter-parametenya yaitu suhu, pH, oksigen terlarut, senyawa beracun, kekeruhan/kecerahan air, salinitas) dan pakan. Penyakit-penyakit parasiter yang menyerang ikan mas dan nila umumnya disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa dan cacing.

Kata Kunci : penyakit, ikan mas, ikan nila, inang, parasit, lingkungan


PENDAHULUAN

Propinsi Sulawesi Utara dalam hal budidaya air tawar memiliki spesifikasi tersendiri khususnya dalam hal kesukaan terdahap ikan yang menjadi obyek budidaya. Ikan mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan 2 jenis ikan air tawar yang menjadi primadona kegiatan budidaya ikan air tawar di Sulawesi Utara. Sebab umumnya dari segi kesukaan/selera, masyarakat Sulut banyak mengkonsumsi kedua jenis ikan ini, secara sederhana hal ini dapat kita lihat dengan bertebarannya rumah-rumah makan yang selalu menyediakan kedua jenis ikan ini sebagai menu utamanya.
Disamping kesukaan/selera, juga didukung oleh sumberdaya alam yaitu perairan tawar (danau, sungai, kolam) yang potensial juga teknik budidayanya yang sederhana, sehingga mudah dilakukan oleh petani ikan khususnya dan masyarakat awam pada umumnya.
Namun walaupun pembudidayaannya relatif mudah, sering para petani ikan diperhadapkan pada masalah kematian ikan yang disebabkan oleh penyakit. Sementara pengetahuan mereka dalam hal diagnosa (pengenalan), penanggulangan/pengendalian penyakit tersebut masih sangat terbatas. Untuk itu sangatlah perlu dilakukan berbagai pelatihan atau sekolah lapang guna meningkatkan pengetahuan petani ikan tentang penyakit-penyakit ikan ini.
Menurut definisinya penyakit diartikan sebagai suatu proses atau kondisi yang abnormal dari tubuh atau bagian-bagian tubuh ikan yang mempunyai suatu karakteristik yang membedakannya dengan keadaan normal (Manoppo, 1995). Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan ini dapat disebabkan oleh organisme lain (pengganggu), pakan maupun kondisi lingkungan yang kurang mendukung kehidupan ikan.
Dalam usaha budidaya yang intensif, kita mencoba memelihara ikan dalam kondisi yang terkontrol (padat tebar tinggi, pakan tambahan, aerasi dan lain-lain). Semuanya ini mengakibatkan perubahan baik terhadap biologi, nutrisi atau bentuk-bentuk polutan. Dalam banyak hal, kegiatan budidaya telah mengakibatkan banyak kerugian dimana penyakit telah membunuh sebagian besar atau bahkan seluruh stok ikan yang dipelihara. Lebih umum lagi, keberadaan penyakit telah membuat usaha budidaya tidak ekonomis. Kita sebenarnya dapat memelihara dan memproduksi ikan yang sehat baik pada hatchery maupun pada usaha pembesaran. Ini bisa dicapai apabila kita mengerti kompleks interaksi dari faktor-faktor yang menyebabkan suatu penyakit dan menerapkan pengetahuan ini dalam usaha budidaya yang intensive. Banyak orang percaya bahwa apabila suatu biological atau chemical agent berada dalam atau pada organisme peliharaan, maka organisme tersebut akan menderita sakit. Hal ini memang benar adanya. Terdapat banyak faktor yang menentukan seekor ikan menjadi sakit. Faktor utamanya adalah Host (organisme peliharaan/inang), Pathogen (microba, parasit) dan Environment (lingkungan menyangkut fisik, kimia atau tingkah laku seperti stress). Penyakit merupakan ekspresi dari kompleks interaksi antara host-pathogen-environment. Dalam banyak situasi pembudidayaan, environment maupun host mungkinmerupakan faktor yang paling abnormal.
Hal di atas digambarkan oleh Snieszko dalam Zonneveld (1994) melalui 3 lingkaran yang saling overlapping untuk memperlihatkan interaksi antara host, potential pathogen dan environment (lingkungan).

Snieszko Ring



PENYAKIT NON PARASITER

Penyakit non parasiter yaitu penyakit yang disebabkan bukan oleh hama maupun organisme parasit. Penyakit ini dapat dikelompokkan berdasarkan faktor penyebabnya yaitu lingkungan (dalam hal ini air sebagai media hidup) dan pakan.
a. Lingkungan/Kualitas Air
Perlu diingat bahwa kualitas air memegang peranan penting dalam kegiatan budidaya khususnya dan perikanan pada umumnya . Pada peranan alami kualitas air mempengaruhi seluruh komunitas perairan (bakteri, tanaman, ikan, zooplankton dsb) (Zonneveld,dkk.,1994). Beberapa kondisi lingkungan yang menyebabkan kematian ikan adalah:
- Perubahan suhu air secara mendadak
- pH air yang terlalu rendah atau sangat tinggi
- Kurangnya oksigen terlarut dalam air.
- Meningkatnya senyawa-senyawa beracun seperti H2S (gas metan), karbondioksida, ammoniak, adanya polusi pestisida, limbah industri dan rumah tangga.
- Kekeruhan air meningkat/ kecerahan air menurun (Djarijah, 1995).

Adapun kriteria dasar mengenai kualitas air untuk ikan mas dan ikan nila adalah sebagai berikut:


Sumber : Zonneveld, dkk.(1994); Djarijah (1995); Suyanto (1994); Shokita (1991).

Untuk suhu, pH dan salinitas bagi ikan nila yang dipelihara dalam tambak berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Z.Mantau diperoleh kisaran suhu 25 - 27oC, pH 7.8 - 8.4 dan salinitas 17 ppt - 40 ppt, ketiga parameter ini diukur setiap pagi, siang dan malam hari selama 3 bulan pemeliharaan (Mantau, 1997). Dimana hal ini tidak jauh berbeda atau masih sesuai dengan beberapa teori yang dikemukakan misalnya Shokita (1991) menyatakan bahwa suhu optimal untuk sintasan ikan nila adalah 27-32oC, salinitas untuk ikan nila mulai dari 0 ppt - 35 ppt (Suyanto, 1994), sedangkan pH optimal untuk sintasan ikan nila antara 7.5 - 8.5 (Poernomo, 1989). Dan jika pun diperoleh nilai yang melebihi dari teori tersebut, maka hal itu merupakan spesifikasi dari lokasi penelitian.
Deplesi/kekurangan oksigen merupakan salah satu faktor lingkungan yang sering menyebabkan kematian ikan terutama di kolam yang banyak mengandung bahan organik. Secara tidak langsung kekurangan oksigen menyebabkan ikan stress sehingga daya tahan tubuh menurun yang berakibat ikan tersebut mudah diserang organisme pathogen. Faktor utama yang mempengaruhi konsentrasi oksigen dalam kolam adalah fotosintesis, respirasi dan difusi oksigen dari udara ke dalam air. Suhu juga memegang peranan penting dalam ketersediaan oksigen dalam air. Dimana peningkatan suhu air akan menurunkan kemampuan air untuk mengikat oksigen (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Variasi suhu air lebih kecil dan lebih lambat terjadinya bila dibandingkan dengan variasi suhu udara. Hal ini menyebabkan organisme akuatik seringkali kurang dapat mentoleransi perubahan-perubahan suhu (Stenothermal). Akibatnya pencemaran termal yang ringanpun akan dapat berakibat luas.
Pertumbuhan embrio ikan mas pada suhu 30oC mengalami penurunan setengah kali dibanding pada suhu 20oC (Tamanampo, 1994). Selanjutnya dikemukakan bahwa nafsu makan ikan mas nyata menurun apabila suhu air meningkat. Dari pengamatan di lapangan ditemukan bahwa ikan mas yang dipijahkan di kolam secara alami, baru memijah setelah suhu airnya berkisar 20 - 22oC (Wardoyo dalamTamanampo, 1994). EIFAC dalam Tamanampo (1994) mengemukakan bahwa ikan mas yang dipelihara pada suhu 24 - 26oC akan segera mati bila dipindahkan ke dalam perairan bersuhu 38,2oC secara tiba-tiba tanpa aklimatisasi. Dan kalaupun dapat hidup setelah diaklimatisasi, ikan tersebut akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya dan daya makannya. Selanjutnya Klein dalam Tamanampo (1994) menyatakan bahwa daya racun Potasium Sianida terhadap ikan air tawar adalah dua kali lipat apabila suhu airnya meningkat 10oC.


PENYAKIT PARASITER

Penyakit-penyakit parasiter yang menyerang ikan mas dan nila umumnya disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa dan cacing.
a. Virus Penyebab Penyakit
Ephithelioma papulasum merupakan virus yang sering menyerang ikan mas (C. carpio), ikan mas koki (Carassius auratus) dan beberapa jenis ikan hias air tawar. Serangan virus ini mengakibatkan penyakit cacar, dimana pada tubuh ikan timbul bercak-bercak putih seperti susu yang perlahan-lahan membentuk lapisan lebar mirip kaca atau lemak dengan ketebalan antara 1 - 2 mm (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Aktivitas serangan virus bersifat akut (mematikan), menghasilkan kerusakan jaringan cukup luas dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Infeksi virus sering dilanjutkan dengan infeksi sekunder oleh bakteri ataupun didahului oleh infeksi sekunder oleh organisme parasit misalnya Argulus (kutu ikan), Lernea dan lain-lain.
Adapun pengobatan yang dapat dilakukan untuk serangan virus ini dengan menggunakan Arsenik yang dilarutkan dalam Senyawa Arycil. Cara pengobatannya dengan menyuntik pada bagian perut ikan. Penyuntikan I menggunakan 1 ml larutan Arsenik 1% dan diikuti 3 kali penyuntikan dengan larutan Arsenik 5 %.
b. Bakteri Penyebab Penyakit
Berdasarkan reaksi sel bakteri terhadap pewarnaan warna gram, maka bakteri dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu bakteri gram positif (terlihat berwarna biru) dan bakteri gram negatif (berwarna pink atau merah). Kebanyakan bakteri pathogen ikan termasuk golongan gram negatif, seperti Aeromonas sp., Pseudomonas sp., Flexibacter sp. dan Vibrio sp. Diman bakteri-bakteri ini hampir selalu ditemukan dan hidup di air kolam, di permukaan tubuh ikan dan pada organ-organ tubuh bagian dalam ikan. Pencegahan infeksi bakteri ini terletak pada pengelolaan kualitas air yang baik sehingga ikan terhindar dari stress.
Umumnya ikan mas dan ikan nila sering terserang bakteri Aeromonas hydrophilla, A.salmonicida, dan Pseudomonas flourescens. Adapun penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas disebut Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau sering juga disebut Hemorrhage Septicemia. Penularannya melalui air, kontak badan, peralatan yang tercemari bakteri ini. Ikan-ikan yang terserang bakteri ini memperlihatkan gejala-gejala:
- Warna tubuh menjadi agak gelap
- Kulit kasat dan timbul pendarahan yang akan menjadi borok (hemorrhage)
- Kemampuan renang menurun dan sering megap-megap di permukaan air karena insangnya rusak sehingga sulit bernafas.
-
- Sering terjadi pendarahan pada organ bagian dalam seperti hati, ginjal, limpa seringpula terlihat perut agak kembung/bengkak
- Jika telah parah keseluruhan sirip rusak dan insangnya berwarna keputih-putihan
- Mata rusak dan agak menonjol (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Pengendaliannya menggunakan antibiotik melalui penyuntikan, perendaman atau dicampur dalam pakan. Antibiotik Chloramphenicol, Oxytetracyclin dan Streptomycin dapat digunakan untuk memberantas bakteri ini. Dengan melarutkan sebuah kapsul antibiotik (250 mg) ke dalam 0.5 m3 air tawar, ikan yang terserang kemudian direndam selama 2 jam. Pengobatan ini dapat diulang sebanyak 2 - 5 kali sampai ikan sembuh.
Selain penggunaan antibiotik-antibiotik dalam penanggulangan penyakit khususnya yang disebabkan oleh Aeromonas, dewasa ini telah banyak dikembangkan penggunaan imunostimulan untuk merangsang produksi antibodi ikan secara alami melalui perangsangan pada sel-sel fagosit ikan. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Rukyani, dkk. dari PUSLITBANGKAN yang menggunakan imunostimulan b-Glucan dengan ikan uji ikan lele yang telah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophilla. b-Glucan merupakan salah satu imunostimulan yang terbuat dari dinding sel cendawan Saccharomyces cerevisiae yang telah terbukti mampu merangsang dan mengaktifkan pertahanan non-spesifik pada berbagai organisme tingkat tinggi. Imunostimulan ini mampu memperbesar kerja sel-sel fagosit yang merupakan sel-sel penghasil antibodi non-spesifik. Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa dengan penambahan 750 mg b-Glucan dalam 1 kg pakan mampu meningkatkan produksi leukosit dan antibodi ikan sehingga sintasan meningkat sampai 83.33 %, padahal biasanya akibat serangan virus ini sintasan ikan yang terinfeksi kurang dari 25% (Rukyani, dkk.,1997).
Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh R.Mangindaan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat yang meneliti tentang Peranan b-Glucan terhadap Peningkatan Aktivitas Sel-Sel Fagosit pada Ikan Mas, menemukan terjadinya aktivitas fagositosis terhadap bakteri Aeromonas hydrophilla sebanyak 1.6 - 2.2 kali setelah penginjeksian glucan lentinan, schizophyllan dan scleroglucan. Ini berarti terjadi aktivitas secara alamiah (perlawanan/pengaktifan) terhadap gangguan organisme pathogen oleh sel-sel fagosit ikan mas (Mangindaan, 1993).
Dapat diprediksikan bahwa penggunaan b-Glucan ini dapat pula diaplikasikan pada ikan yang terserang Pseudomonas flourescens sebab bakteri jenis ini pun dapat menyebabkan penyakit Hemorrhage Septicemia. Dimana aktivitas bakteri ini dapat menyebabkan anemia dan kematian masal pada ikan.
c. Jamur Penyebab Penyakit
Jamur adalah mikroorganisme yang sering terlihat seperti benang yang tumbuh di bagian dalam atau luar tubuh ikan. Ada beberapa organisme jamur yang sering menimbulkan penyakit pada ikan mas dan nila, yaitu Saprolegnea sp. yang menyebabkan penyakit Saprolegniasis, Achlya sp., Branchiomyces sp. Tapi yang paling akut dan ditakuti adalah Saprolegnea sp. dan Branchiomyces sp, sebab Saprolegnea sp. selain menyerang organisme dewasa juga menyerang telur-telur ikan. Sedangkan Branchiomyces sp. dapat menyebabkan kematian masal pada ikan budidaya.
Jamur Saprolegnea sp. menyerang ikan disebabkan adanya infeksi sekunder oleh organisme lain misalnya bakteri atau copepoda. Selain adanya luka juga juga dikarenakan suhu air menurun sehingga ikan stress. Pada ikan yang terinfeksi akan terlihat adanya sekumpulan hypa (benang-benang halus menyerupai kapas). Biasanya hypa ditemukan di bagian kepala, tutup insang dan sekitar sirip. Ikan-ikan ini biasanya menjadi kurus karena daya makan menurun dan sering menggosok-gosokan tubuhnya pada benda-benda lain.
Pengendalian jamur ini dapat dilakukan dengan merendam ikan terinfeksi ke dalam larutan Malachite Green atau Methylene Blue 1 ppm selama 1 jam. Atau untuk pencegahan dengan merendam telur-telur ikan ke dalam larutan malachite green 1 : 15000 selama 30 detik. Atau menggunakan antiseptik Betadine sebanyak 1% dengan merendam telur-telur tersebut selama 10 menit.
Branchiomyces sp. merupakan jamur yang sangat berbahaya bagi ikan, terdiri dari 2 spesies yaitu B. sanguinis terdapat di saluran darah insang dan B. demigrans ditemukan di luar saluran darah dan sering menyebabkan nekrosis di sekitar jaringan. Penyakit yang ditimbulkannya disebut Branchiomycosis atau busuk ikan yang sering diikuti kematian masal. Pengendalian penyakit ini belum banyak diketahui. Hanya saja untuk pencegahan sebaiknya menjaga kebersihan kolam atau penebaran kapur sebanyak 150 - 200 kg/ha.
d. Protozoa Penyebab Penyakit
Protozoa yang sering menyerang ikan masa adalah Icthyopthirius multifilis, Myxobulus sp., Tricodina sp. Sedang pada ikan nila umumnya I.multifilis, Tricodina sp, Tricodinella sp. dan Epistylis sp. (Afrianto dan Liviawaty, 1992; Djarijah, 1995).
Akibat serangan I. multifilis pada tubuh ikan banyak dijumpai bintik-bintik putih sehingga penyakit ini disebut White spot. Serangan protozoa ini umumnya terjadi pada musim hujan dengan suhu berkisar 20 - 24oC. Ikan yang terserang akan kehilangan fungsi insang sehingga mengganggu respirasi. Selain itu ikan menjadi malas berenang dan cenderung mengapung di permukaan air.
Pencegahan terhadap penyakit ini adalah dengan melakukan sirkulasi/penggantian air secara teratur serta pemberian pakan yang cukup dan bergizi. Pengobatannya ada beberapa cara yaitu:
- Merendam ikan terinfeksi ke dalam larutan garam dapur berkadar 0.1 - 0.3 ppm selama 5 - 10 menit.
- Menggunakan Methylene blue. Larutkan 2 - 4 cc larutan methylene blue ke dalam 4 liter air dan rendamlah ikan selama 24 jam. Kemudian dapat diulang sampai 5 kali dengan tiap kali perendaman menggunakan larutan methylene blue yang baru.
- Perendaman dalam larutan malachite green 0.15 ppm selama 3 hari berturut-turut.
- Perendaman dalam larutan formalin 200 - 250 ppm atau sebanyak 15 ppm yang ditebar di kolam (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Protozoa selanjutnya yang menyerang ikan mas dan nila adalah Tricodina sp. Protozoa ini berbentuk genta, bagian depan berbentuk lingkaran dikelilingi cillia berukuran 120 m. Penyakitnya disebut Trichodiniasis (Afrianto dan Liviawati 1992; Djarijah, 1995). Ikan yang terserang penyakit ini nampak berbintik-bintik putih terutama di kepala dan punggung. Nafsu makan hilang, produksi lendir bertambah banyak, pada tubuh bagian luar sering dijumpai pendarahan. Pencegahannya dengan melakukan pengelolaan air secara baik dan pemberian pakan yang cukup. Pengobatannya dengan merendam ikan yang terserang ke dalam larutan garam 30 ppm, larutan formalin 15 ppm.
Myxobulus sp. merupakan protozoa yang banyak menyerang ikan mas. Penyakitnya disebut Myxosporeasis. Ciri-ciri ikan yang terserang adalah timbulnya bintil berwarna kemerah-merahan. Bintil ini merupakan kumpulan dari ribuan spora. Penyakit ini sangat berbahaya sebab dapat membawa kematian sampai 80% (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Pengobatannya belum banyak duiketahui. Pencegahannya dengan pengapuran sebanyak 25 kg/ha. Sedang ikan yang terserang sebaiknya dimusnahkan dengan cara mengubur atau membakarnya.
Tricodinella sp. yang menyerang ikan nila berbentuk seperti susunan gerigi berukuran 15 m. Pada tubuh ikan yang terinfeksi, protozoa ini terlihat berwarna putih atau abu-abu. Pada infeksi berat, ikan terlihat megap=megap di permukaan air. Faktor kualitas air sangat menentukan frekuensi serangan protozoa ini. Pengendalian terhadap penyakit ini adalah dengan pemberian pakan yang cukup baik jumlah dan gizinya. Protozoa lainnya yang menyerang ikan nila adalaj Epistylis (Djarijah, 1995). Protozoa ini memiliki tangkai dan mulut dilengkapi cillia yang berfungsi untuk menarik partikel makanan ke dalam mulutnya. Gejala-gejala ikan yang terserang adalah luka berdarah/pendarahan pada permukaan tubuh. Produksi lendir berlebihan di bagian-bagian tubuh tertentu. Pengendaliannya dengan melakukan sirkulasi dan penggantian air secara teratur dan pengeringan serta pengapuran kolam.


e. Cacing Penyebab Penyakit
Ada dua jenis cacing Klass Trematoda yang kerap kali menyerang ikan mas dan ikan nila serta ikan-ikan air tawar pada umumnya, yaitu Gyrodactylus sp. dan Dactylogyrus sp.
Gyrodactylus sp. biasanya menyerang ikan pada bagian kulit dan sirip sedang Dactylogyrus sp. lebih suka menyerang insang. Cacing-cacing parasit ini akan menyerang ikan pada tingkat pemeliharaan yang cukup padat. Ciri-ciri yang ditimbulkan akibat serangan parasit ini adalah:
- Ikan megap-megap di permukaan air
- Infeksi yang cukp parah dan diikuti oleh infeksi bakteri yang dapat menyebabkan bakterial sistemik yang hebat pada bagian tubuh yang terinfeksi.
Pengobatannya dengan jalan perendam,an ikan pada larutan ammonium 1 ppm selama 5 - 15 menit dan larutan methylene blue (1 gram/cm3 air). Selain itu dapat pula direndam dalam larutan PK 4 - 5 mg/liter.

PENUTUP

Setelah kita menyimak/menelaah/mempelajari berbagai hal tentang penyakit dan pengendaliannya khususnya pada ikan mas dan ikan nila, maka dapatlah disimpulkan secara umum bahwa penyakit ikan dengan segala aspek yang menyebabkannya haruslah benar-benar diketahui secara mendalam, terutama sekali keahlian kita sebagai peneliti, penyuluh dan petani sebagai pengguna untuk dapat dengan cepat dan tepat mendiagnosa ikan yang sakit dan keahlian kita untuk mengelola perairan (sungai, danau, perkolaman) sebagai media budidaya agar terjaga kualitasnya untuk kelangsungan hidup ikan dan terutama manusia.


DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., E. Liviawaty, 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius, Jakarta.

Djarijah, S.A., 1995. Nila Merah. Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif. Penerbit Kanisius, Jakarta.

Mangindaan, R., 1993. Peranan b 1,3-Glucan Terhadap Peningkatan Aktivitas Sel-Sel Fagosit pada Ikan Mas. Jurnal Fakultas Perikanan Vol.II No. 3. Fakultas Perikanan Unsrat, Manado.

Manoppo, H. 1995. Parasit dan Penyakit Ikan. Fakultas Perikanan, Unsrat-Manado.

Mantau, Z., 1997. Padat Penebaran Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Dalam Jaring Tancap di Tambak. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat, Manado.

Poernomo, A.,1989. Faktor Lingkungan Dominan pada Budidaya Udang Intensif (Dalam Budidaya Air). Yayasan Obor Indonesia.

Rukyani, A., E.Silvia, A.Sunarto, Taukhid, 1997. Peningkatan Respon Kebal Non-Spesifik pada Ikan Lele (Clarias batrachus) Dengan Pemberian Immunostimulan (b-Glucan). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Vol.III No.1. PUSLITBANGKAN, BALITBANGTAN, Jakarta.

Suyanto, 1994. N i l a. Penebar Swadaya, Jakarta.

Shokita, S., 1991. Aquaculture in Tropical Areas. Midori Shobo.

Tamanampo, J.F.W.S., 1994. Ekologi Perairan (Ekologi Perairan Tawar). Fakultas Perikanan Unsrat, Manado.

Zonneveld,N., E.A.Huisman, J.H.Boon, 1994. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Tidak ada komentar: